Silahkan untuk berkomentar yang positif dan membangun serta saran-saran bagi kami guna memperbaiki hal-hal yang belum terlengkapi di website ini.
Mohon untuk tidak mencantumkan pertanyaan sekitar masalah syar’i, anda bisa menanyakannya langsung di link-link ustadz yang sudah kami cantumkan.
salam kenal
Salam kenal juga mas, terima kasih sudah mau berkunjung di sini.
Boleh ikutan menyambung tali silaturrahim kan Om. 🙂
Salam persahabatan dari Lombok.
Sangat dipersilahkan kok mas. Terima kasih , jazaakallaahu khairan, artikel-artikel di blog anda, banyak menginspirasi blog ini. 🙂
Alhamdulillah Om, saya juga masih belajar.:-)
Assalamu’alaikum, salam kenal akhi… ^_^
Mau tanya soal radio player, itu cara pasangnya gimana ya? Syukran.
Wa’alaikumus salaam warohmatullaah. Ahlan wa sahlan akh. Copi kode ini di widget bagian teks:
[gigya src="http://www.kajian.net/radiobox/mediaplayer.swf" quality="high" flashvars="width=160&height=350&file=http://www.kajian.net/radiobox/playlist.xml&displayheight=100&shuffle=false&showeq=true&showstop=true&overstretch=fit" wmode="transparent" type="application/x-shockwave-flash" pluginspage="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer" height="350" width="160"]
Mohon Pencerahannya, saya menemukan tulisan seperti ini:
Seperti biasa, untuk mendukung dakwah jahilnya wahabi selalu
menggunakan dalil-dalil atau perkataan Ulama yang sekiranya
bisa “mendukung” atau “melegalkan” ajaran mereka, meskipun tidak
nyambung dan lebih terkesan di paksakan. Tidak terkecuali ayat
Al-Qur’an, tidak terkecuali Hadits, tidak terkecuali atsar sahabat
tidak terkecuali ucapan para Imam Mazhab yang 4 pun terkena di seret
semaunya. Diantara ucapan Imam Syafi’i yang sering mereka gunakan
adalah :
Jika kalian mendapati dalam kitabku yang bertentangan dengan sunnah
Rasulullah SAW maka ambillah sunnah Rasulullah SAW dan tinggalkanlah
pendapatku.
Ucapan Imam Syafi’i yang ini sering digunakan wahabi diulang
dimana-mana bahkan di setiap perdebatan atau dialog atau ceramah yang
mereka lakukan mereka selalu mengulang-ulang ucapan Imam Syafii ini.
Menurut mereka dengan ucapan Imam Syafii yang ini maka kita harus
berpikir dulu untuk bermadzhab Syafii karena Imam Syafii sendiri pun
sudah berkata demikian. Maka kita harus kembali kepada Al-Qur’an dan
As-Sunnah dan tidak penting bermadzhab, karena didalam madzhab bisa
saja ada kekeliruan sementara didalam hadits yang shahih tidak ada
kekeliruan.
Inilah salah satu akal bulus mereka. Mereka sama sekali tidak memahami
karakter gaya bahasa yang di gunakan Imam Syafii. Mereka terlalu
dangkal menyimpulkannya, entah karena tidak paham atau sengaja
menyelewengkan makna untuk menipu orang awam.
Apakah benar definisi ucapan Imam Syafii ini berarti kita harus
melepaskan madzhab???
Imam Syafii berkata seperti ini bukanlah dimaksudkan seperti yang
mereka (wahabi) katakan. Di zaman itu orang lebih mendengar pendapat
ulama hadits ketimbang ulama fiqih, Namun orang-orang melihat bahwa
Imam Syafii sepertinya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk
mendalami ilmu fiqih ketimbang Ilmu hadits, itu sebabnya nama Imam
Syafi’i tidak termasuk didalam Kutubussittah dan kutubusshiroh karena
Imam Syafii lebih banyak menghabiskan usianya untuk mendalami masalah
fiqih ketimbang Ilmu Hadits. Sehingga ketika Imam Syafi’i mengasas
Mazhab Syafii banyak sekali orang-orang yang meragukan mazhab ini,
karena orang-orang meragukan keilmuan Imam Syafii dibidang Hadits.
Terlebih-lebih lagi dizaman itu sudah ada 2 mazhab besar, Madzhab
Maliki dan Madzhab Hambali, dimana Imam Maliki dan Imam Abu Hanifah
terkenal sebagai 2 raja hadits dizaman itu. Kita tahu pada masa itu
baru berkembang 2 kutub fiqih, yaitu kutub Baghdad dengan Abu Hanifah
sebagai maha guru, dan kutub Hijaz dengan imam Malik sebagai maha guru.
Masing-masing punya keistimewaan. Abu Hanifah telah berhasil memecahkan
sistem istimbath hukum dengan kondisi minimnya hadits shahih dan
berserakannya hadits dhaif dan palsu. Kondisi yang demikian telah
memaksa beliau melakukan ijtihad dan pengembangan logika hukum dengan
tetap berlandaskan kepada hadits-hadits shahih, meski jumlahnya sangat
minim di negerinya.
Di belahan bumi yang lain, ada Imam Malik yang tinggal di Madinah dan
menjadi imam masjid sekaligus menjadi mufti. Madinah adalah kota suci
nabi Muhammad SAW dan para shahabat rahiyallahu anhum ajmain. Saat itu,
100 tahunan sepeninggal generasi Rasulullah SAW dan para shahabat, di
Madinah masih tersisa banyak anak cucu dan keturunan generasi terbaik.
Nyaris tidak ada yang berubah dari pola kehidupan di zaman nabi. Bahkan
Imam Malik berkeyakinan bahwa setiap perbuatan dan tindakan penduduk
Madinah saat itu boleh dijadikan sebagai landasan hukum. Lantaran
beliau yakin bahwa mustahil generasi keturuan nabi dan para shahabat
memalsukan hadits atau berbohong tentang nabi.
Maka salah satu ciri khas mazhab Malik adalah kekuatan mereka
menggunakan dalil, meski kalau disandingkan dengan syarat ketat versi
Al-Bukhari nantinya, hadits itu dianggap kurang kuat. Dan Imam Malik
nyaris menghindari logika fiqih semacam qiyas dan sejenisnya, karena
memang nyaris kurang diperlukan. Sebab kondisi sosial ekonomi di
Madinah di zamannya masih mirip sekali dengan zaman nabi SAW.
Berbeda dengan kondisi sosial ekonomi di Iraq, tempat di mana Al-Imam
Abu Hanifah mendirikan pusat ilmu. Selain hadits palsu banyak
berseliweran, Iraq sudah menjadi kosmopolitan dengan sekian banyak
dinamika yang melebihi zamannya. Banyak fenomena yang tidak ada
jawabannya kalau hanya merujuk kepada nash-nash hadits saja. Maka wajar
bila Abu Hanifah mengembangkan pola qiyas secara lebih luas.
Imam Syafii adalah murid paling pandai yang berguru kepada Al-Imam
Malik ketika beliau tinggal di Madinah. Namun beliau ke Iraq, beliau
juga belajar kepada murid-murid Imam Abu Hanifah. Maka mazhab fiqih
yang beliau kembangkan di Iraq adalah perpaduan antara dua kekuatan
tersebut. Semua keistimewaan mazhab Malik di Madinah dipadukan dengan
keunikan mazhab Hanafiyah di Iraq. Dan hasilnya adalah sebuah mazhab
canggih, yaitu mazhab Al-Imam Asy-Syafi’i.
Sayangnya banyak orang yang tidak tahu sejarah seperti ini, sehingga
tidak sedikit yang memandang mazhab Asy-Syafi’i dengan pandangan minor
dan kurang respek. Padahal, logika sederhananya, dengan menggunakan
mazhab Asy-Syafi’i, boleh dibilang bahwa setiap orang sudah otomatis
menggunakan mazhab Abu Hanifah dan Malik sekaligus. Meski tidak secara
pas boleh dikatakan demikian.
Maka orang-orang dizaman itu lebih ‘memandang’ mazhab hanafi dan mazhab
maliki ketimbang mazhab Syafii, yang baru saja di asas. Mereka
meragukan mazhab syafii ini karena mereka lebih banyak melihat Imam
Syafii menghabiskan waktunya untuk belajar ilmu fiqih ketimbang ilmu
hadits, sehingga orang-orang meragukan kualitas hadits-hadist didalam
mazhab Syafi.
Untuk menjawab keraguan orang-orang ini terlebih-lebih lagi bagi
murid-murid beliau maka Imam Syafii mengeluarkan ucapan
Jika kalian mendapati dalam kitabku yang bertentangan dengan sunnah
Rasulullah SAW maka ambillah sunnah Rasulullah SAW dan tinggalkanlah
pendapatku.
Ucapan ini untuk menjawab keragu-raguan orang akan mazhabnya, untuk
menantang orang-orang yang meragukan Mazhabnya. Pada kesempatan lain
lagi Imam Syafii berkata:
Bila sebuah hadits dinyatakan sahih, maka itulah mazhabku.
Mazhabku itu apa?? ya Mazhab Syafii. Itu artinya hadits didalam
mazhabnya adalah shahih semua. Dalam kesempatan lain Imam Syafii
kembali menekankan bahwa pendapat beliau hanya berlandaskan kepada
hadits shahih
Imam Syafii berkata :
Kalian lebih mengetahui hadits dan rawi-rawinya daripada aku. Bila
suatu hadits dinyatakan sahih maka beritahukanlah kepadaku darimanapun
asalnya, dari Kufah, Basrah atau Syam. Bila benar sahih aku akan
menjadikannya mazhabku (Mazhab Syafii).
Seakan-akan Imam Syafii berkata begini : Buat yang paham hadits jika
nanti menemukan hadits shahih dari berbagai tempat kasih tahu aku,
karena akan aku jadikan sebagai dalil didalam mazhabku. Ini adalah
sebagai bentuk penekanan bahwa Imam Syafii hanya mau menjadikan hadits
shahih sebagai landasan mazhabnya.
Dalam kesempatan lain Imam Syafii kembali menegaskan bahwa dalil-dalil
didalam mazhabnya adalah Shahih semua :
Setiap masalah yang ada haditsnya dari Rasulullah SAW menurut ahli
hadits yang bertentangan dengan pendapatku, niscaya aku cabut
pendapatku baik selama aku masih hidup atau setelah matiku.
Demikian pula penekanan-penekanan Imam Syafii pada kesempatan lain :
Bila kalian melihatku mengemukakan suatu pendapat, dan ternyata ada
hadits sahih yang bertentangan dengan pendapatku maka ketahuilah bahwa
pendapatku tidak pernah ada.
Namun tentu saja sebagai ulama besar beliau tetap bertawadhu, tidak
menyombongkan diri dan menghargai pendapat ulama lain di zaman itu,
terutama pendapat guru beliau Imam Malik dan Imam Hanafi, serta murid
beliau Imam Ahmad bin Hambal :
Semua yang aku ucapkan sedangkan ada hadits Rasulullah SAW yang sahih
bertentangan dengan pendapatku maka hendaknya diutamakan hadits
Rasulullah SAW, janganlah bertaklid kepadaku.
Namun nyatanya dalil didalam mazhab Syafii adalah shahih semua. Jika
fatwa Imam Syafii ada yang tidak shahih dan menyalah, tidak perlu
menunggu reaksi dari wahabiyyun, tentu pembantahannya sudah dilakukan
oleh ulama yang hidup sezaman dengan Imam Syafii yang ilmunya jauh
lebih tinggi ketimbang wahabiyyun.
Kita bisa melihat kitab tarikh, atau kitab-kitab lain untuk menelusuri
kejadian dizaman itu. Apakah kita temukan keterangan didalam
kitab-kitab bahwa dizaman itu ada ulama yang membantah pendapat Imam
Syafii?? Nyatanya tidak ada. Jangankan kyai-kyai wahabi ini yang baru
lahir diabad ini yang hanya kebagian sisa-sisa hadits dari ulama,
bahkan guru Imam Syafii yang notabenenya adalah Syaikhul Akbar sendiri
seperti Imam Malik dan Imam Abu Hanifah saja tidak berani membantah
pendapat Imam Syafii. Jika pendapat Imam Syafii ada yang salah, apa
mungkin sang guru mendiamkannya?? Mustahil…!!!
Ini artinya apa?? Ini artinya semua pendapat Imam Syafii shahih semua.
Siapa mereka wahabi-wahabi ini yang ‘nekad’ ingin menumbangkan pendapat
Imam Syafii??
Imam Syafii adalah Muhaddits dan Hujjatul islam, syarat seorang
mencapai derajat Hujjatul islam adalah hafal 300 ribu hadits dengan
sanad dan matannya, sedangkan satu kalimat pendek hadits saja bila dg
hukum sanad dan matannya bisa menjadi dua halaman panjangnya,
lalu bagaimana dengan 300 ribu hadits dg sanad matan?
Ketahuilah bahwa Imam Ahmad bin Hanbal telah hafal 1 juta hadits dg
sanad dan matannya, sedangkan Imam Ahmad ini adalah murid Imam Syafii,
dan Imam Syafii adalah murid Imam Malik.
Imam Syafii menulis seluruh fatwa dan catatan2nya hingga memenuhi
kamarnya (entah berapa juta halaman), lalu berkata Imam syafii, “sulit
sekali aku, karena tak bisa bepergian kemana mana karena ilmuku semua
terkumpul di kamar kerjaku, maka aku menghafal kesemuanya, lalu kubakar
seluruh catatan itu, karena sudah kupindahkan ke kepalaku kesemuanya”.
Imam Malik telah menulis sebuah buku hadits yg dinamakan : Almuwatta’,
yg artinya : “yg menginjak”, karena kitabnya itu mengungguli dan
menengelamkan semua kitab para ulama Imam imam dan Muhadditsin lainnya
di zamannya, semua terinjak/terkalahkan oleh kitab beliau. dan Imam
Syafii sudah hafal kitab ALmuwatta pada usia 15 tahun, ia hafal
Alqur’an pada usia 10 tahun, dan berkata Imam Ahmad bin Hanbal, tak
kulihat orang yg lebih menginginkan berada pada sunnah melebihi Imam
Syafii. Ini menegaskan bahwa Imam Syafii tidak hanya luar biasa didalam
ilmu fiqih, tapi juga ilmu haditsnya tidak bisa di remehkan.
Nah.. apalah artinya ucapan ucapan mereka itu dibanding Imam Imam besar
yg mereka itu tak akan melupakan sebutir kesalahanpun dalam fatwanya,
dan bila fatwanya ada kesalahan, niscaya sudah dilewati beribu2
muhaddits dan Imam Imam yg menyangkalnya dizamannya, sehingga disuatu
kesempatan Imam Syafii kembali menegaskan kepada orang-orang yang
meragukan mazhabnya.
Kalau ada hadits shahih, maka itulah mazhabku (mazhab syafii), dan
kalau ada hadits shahih maka campakkanlah pendapatku ke (balik) tembok.
(Siyar A’laamin Nubala’ 3/3284-3285).
Ini adalah penegasan dari Sang Imam Akbar buat orang-orang yang
meragukan ucapan Imam Syafii (semacam wahabi) yang suka meragukan
fatwanya. Dan jawaban dan pengamanan bagi orang-orang didalam mazhab
syafii bahwa dalil didalam mazhab Syafii semuanya adalah shahih. Dan
Inilah makna yang sebenarnya.
Inilah karakter gaya bahasa Imam Syafii yang sulit dipahami oleh
orang-orang polos seperti wahabi. Mereka mengartikannya secara
bulat-bulat tanpa mengerti maksud disebalik ucapan Imam Syafii itu. Ini
akibat belajar tanpa berguru dan tidak punya sanad. Sehingga banyak
keliru menafsirkan ucapan ulama.
Kita lihat ucapan yang lain. Dalam kesempatan lain Imam Syafii pernah
berkata :
“Sekiranya mencintai keluarga Rasul itu Syiah, maka saksikanlah wahai
seluruh jin dan manusia bahwa aku ini adalah Syiah…!!”
Jika ucapan Imam Syafii yang ini diartikan dengan metode yang wahabi
gunakan dalam mengartikan ucapan Imam Syafii diatas tadi secara polos,
tentu kita akan menyimpulkan bahwa Imam Syafii adalah syiah. Ucapan
Imam Syafii ini sering digunakan oleh syiah bahwa Imam Syafii adalah
syiah, padahal bukan. Jika Imam Syafii adalah Syi’ah tidak perlu beliau
kalimatnya seperti itu. Beliau cukup berkata “Aku adalah Syi’ah”, tanpa
perlu embel-embel “jika mencintai ahlul bait/keluarga Rasulullah saw”.
Imam Syafi’i berkata seperti ini untuk menghilangkan keraguan
orang-orang dizaman itu yang mencintai keluarga Rasulullah saw (Ahlul
Bait). Karena dizaman itu setiap orang yang mencintai ahlul bait akan
dibilang syi’ah, sehingga orang menjadi ragu-ragu untuk mencintai
ahlulbait, karena takut akan di cap syi’ah. Padahal yang mencintai
ahlul bait tidak harus syi’ah tapi adalah semua umat Islam. Itu
sebabnya Imam Syafii menegaskan untuk menjawab keraguan orang-orang itu
seraya berkata
Sekiranya mencintai keluarga Rasul itu Syiah, maka saksikanlah wahai
seluruh jin dan manusia bahwa aku ini adalah Syiah…!!”.
Namun nyatanya Imam Syafii bukanlah syi’ah. Beliau adalah Ahlus Sunah
Wal Jama’ah. Nah demikianlah segelintir pengertian ucapan Imam Syafii
yang sering diselewengkan maknanya zhahirnya oleh wahabi untuk
menumbangkan mazhab, entah karena tidak mengerti atau sengaja licik
demi memuluskan jalan mereka karena mereka sering melakukan keduanya.
Menyelewengkan ucapan ulama dan tidak mengerti ucapan ulama. Yang
menjadi korban tentu orang-orang awam yang menjadi sasaran dakwah
mereka untuk di tarik menjadi golongan mereka yang pada akhirnya
akan “DIPAKSA” mengakui bahwa kedua orang tua Rasulullah saw masuk
neraka dan mengakui bahwa Allah memiliki tangan, kaki, gusi, berlari,
bersemayam, menempati ruang tertentu.